Akirnya saya ucapkan trimakasi atas perhatian terhadap blog saya. Mohon maaf atas segala kekurangannya.
kekurangan adalah milik manusia dan kesempurnaan adalah milik ALLAH SWT
Rabu, 19 Mei 2010
masyarakat multikultural
Sebagaimana telah banyak diketahui,
bahwa masyarakat merupakan kategori yang paling umum untuk menyebut
suatu kumpulan manusia yang saling berinteraksi secara kontinyu dalam
suatu wilayah atau tempat dengan batas-batas geografik, sosial, atau
kultural yang tertentu. Terdapat istilah-istilah yang lebih khusus yang
digunakan untuk menyebut pengumpulan manusia dengan karakteristik
tertentu. Misalnya yang menekankan bahwa interaksi yang kontinyu itu
berlangsung dalam batas-batas wilayah geografik tertentu, sehingga
orang-orang dalam batas wilayah itu saling berinteraksi secara lebih
intensif daripada dengan orang-orang yang berada di luar batas itu.
Pengelompokan yang demikian ini disebut komunitas, atau masyarakat
setempat. Misalnya masyarakat desa atau masyarakat kota. Juga dapat
dalam lingkup ruang geografik yang lebih kecil, misalnya Rukun Tetangga,
Rukun Kampung, dusun, dan sebagainya.
Untuk
wilayah sosial, dapat berupa kelas atau kelompok sosial tertentu.
Misalnya untuk yang berjenjang dapat berupa kelas atas, kelas menengah,
atau kelas bawah, sedangkan yang tidak berjenjang dapat juga kelompok
kiri, kanan, atau tengah, berbagai kelompok profesi, atau sebagaimana
diungkapkan Geertz, ada kelompok santri, priyayi, atau abangan. Untuk
kategori wilayah kebudayaan, dapat berupaka sukubangsa atau
kelompok-kelompok agama.
Demikianlah,
sehingga –sekali lagi– masyarakat merupakan penyebutan yang paling umum
dan general untuk sebuah pengumpulan manusia pada suatu wilayah.
Apa
yang dimaksud dengan masyarakat multikultural? Masyarakat jenis ini
kadang disebut sebagai masyarakat majemuk atau plural society.
Istilah
plural society, pertama kali digunakan oleh JS Furnival untuk menyebut
masyarakat masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih tertib sosial,
komunitas atau kelompok-kelompok yang secara kultural, ekonomi dan
politik terpisah-pisah serta memiliki struktur kelembagaan yang
berbeda-beda antara satu dengan lainnya, atau dengan kata lain merupakan
suatu masyarakat di mana sistem nilai yang dianut oleh berbagai
kesatuan sosial yang menjadi bagiannya adalah sedemikian rupa sehingga
para anggotanya kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai
keseluruhan.
Istilah plural atau
majemuk sebenarnya berbeda dengan pengertian heterogen. Majemuk atau
plural itu merupakan lawan dari kata singular atau tunggal. Sehingga,
masyarakat plural itu bukan masyarakat yang tunggal. Masyarakat tunggal
merupakan masyarakat yang mendukung satu sistem kebudayaan yang sama,
sedangkan pada masyarakat plural, di dalamnya terdapat lebih dari satu
kelompok baik etnik maupun sosial yang menganut sistem kebudayaan
(subkultur) berbeda satu dengan yang lain. Sebuah masyarakat kota,
mungkin tepat disebut sebagai masyarakat heterogen, sepanjang meskipun
mereka berasal dari latar belakang SARA (sukubangsa, agama, ras, atau
pun aliran/golongan-golongan) yang berbeda, tetapi mereka tidak
mengelompok berdasarkan SARA tersebut. Heterogen lawan dari kondisi
yang disebut homogen. Disebut homogen kalau anggota masyarakat berasal
dari SARA yang secara relatif sama. Disebut heterogen kalau berasal dari
SARA yang saling berbeda, namun –sekali lagi– mereka tidak mengelompok
(tersegmentasi) berdasarkan SARA tersebut.
Selanjutnya,
suatu masyarakat disebut multikultural, majemuk, atau plural apabila
para anggota-anggotanya berasal dari SARA yang saling berbeda, dan SARA
tersebut menjadi dasar pengelompokan para anggota masyarakat, sehingga
dalam masyarakat terdiri atas dua atau lebih kelompok etnis maupun
sosial yang didasarkan pada SARA yang pada umumnya bersifat primordial,
dan masing-masing mengembangkan subkultur tertentu. Interaksi
antar-kelompok lebih rendah daripada interaksi internal kelompok.
Bahkan, di dalam banyak masyarakat majemuk, struktur sosial yang ada
sering bersifat konsolidatif, sehingga proses menuju integrasi sosialnya
terhambat.
Agar lebih jelas, berikut dikemukakan ciri masyarakat multikultural menurut van Den Berghe.
- Mengalami segmentasi ke dalam kelompok-kelompok dengan subkultur saling berbeda
- Memiliki struktur yang terbagi ke dalam lembaga-lembaga yang nonkomplemen
- Kurang dapat mengembangkan konsensus mengenai nilai dasar
- Relatif sering mengalami konflik
- Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan, dan/atau
- Ketergantungan ekonomi, dan/atau
- Dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain
Konfigirasi masyarakat multikultural.
Furnival
mengemukakan bahwa apabila dilihat dari konfigurasi etnis atau kelompok
yang menjadi unsurnya, paling tidak terdapat empat macam masyarakat
majemuk, yaitu: (1) masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang, (2)
masyarakat majemuk dengan maioritas dominan, (3) masyarakat majemuk
dengan minirotas dominan, dan (4) masyarakat majemuk dengan konfigurasi
fragmental.
1. Masyarakat majemuk dengan konfigurasi kompetisi seimbang
Di
antara kelompok-kelompok yang ada, masing-masing mempunyai kekuatan
kompetisi yang seimbang, tidak ada satupun kelompok yang dapat menguasai
yang lain. Integrasi sosial sebagai sebuah masyarakat besar tidak mudah
terjadi, kecuali kalau ada di antara kelompok-kelompok tersebut yang
berhasil membangun koalisi lintas kelompok, misalnya lintas etnik yang
membentuknya.
2. Masyarakat majemuk dengan konfigurasi maioritas dominan
Di antara kelompok-kelompok yang ada terdapat satu kelompok besar dan berkuasa.
3. Masyarakat majemuk dengan konfigurasi minoritas dominan
Di antara kelompok-kelompok yang ada terdapat satu kelompok yang kecil tetapi berkuasa
4. Masyarakat majemuk dengan konfigurasi fragmental
Terdiri
atas kelompok-kelompok kecil yang satu dengan yang lain saling terpisah
dan sangat terbatas interaksi dan komunikasinya. Sama dengan
konfigurasi kompetisi seimbang, masyarakat majemuk jenis ini pun
integrasi sosial hanya dapat dicapai apabila terjadi koalisi lintas
etnis.
Menurut Anda, sebagai sebuah masyarakat majemuk, masyarakat Indonesia memiliki konfigurasi yang mana?
Faktor-faktor peyebab kemajemukan
Meskipun menurut
sejarah, masyarakat Indonesia relatif berasal dari nenek moyang yang
sama, tetapi karena keadaan geografiknya, akhirnya masyarakat Indonesia
bersifat majemuk. Kondisi geografik yang menjadi penyebab kemajemukan
masyarakat, adalah
- Bentuk wilayah yang berupa kepulauan. Kondisi ini mengakibatkan, meskipun berasal dari nenek moyang yang sama, tetapi akhirnya mereka terpisah-pisah di pulau-pulau yang saling berbeda, sehingga masing-masing terisolasi dan mengembangkan kebudayaan sendiri. Jadilah masyarakat Indonesia mengalami kemajemukan ethnik atau sukubangsa.
- Letak wilayah yang strategis, di antara dua benua dan dua samudera, kondisi ini mengakibatkan Indonesia banyak didatangi oleh orang-orang asing yang membawa pengaruh unsur kebudayaan, antara lain –yang paling menonjol– adalah agama. Kondisi ini mengakibatkan masyarakat Indonesia majemuk dalam hal agama. Lima agama besar dunia ada di Indonesia. Lima agama besar yang dimaksud adalah (1) Hindu (pengaaruh India), (2) Budha (pengaruh bangsa-bangsa Asia), (3) Katholik (pengaruh kedatangan bangsa portugis), (4) Kristen (pengaruh kedatangan bangsa Belanda), dan (5) Islam (pengaruh masuknya pedagang-pedagang dari Timur Tengah).
- Variasi iklim, jenis serta kesuburan tanah yang berbeda di antara beberapa tempat, misalnya daerah Indonesia bagian Timur yang lebih kering, tumbuh menjadi sukubangsa peternak, daerah Jawa dan Sumatra yang dipengaruhi vulkanisme tumbuh menjadi daerah dengan masyarajat yang hidup dari bercocok tanam. Variasi iklim dan jenis serta kesuburan tanah ini mengakibatkan masyarakat Indonesia majemuk dalam hal kultur, antara lain cara hidup.
Bentuk Struktur Sosial Masyarakat Majemuk
1. Struktur sosial yang terinterseksi (intersected social structure)
Kelompok-kelompok
sosial yang ada dalam masyarakat dapat menjadi wadah beraktivitas dari
orang-orang yang berasal dari berbagai latar belakang sukubangsa, agama,
ras, dan aliran.
Dalam bentuk
struktur sosial yang demikian keanggotaan para anggota masyarakat dalam
kelompok sosial yang ada saling silang-menyilang sehingga terjadi
loyalitas yang juga silang-menyilang (cross-cutting affiliation dan cross-cutting loyalities).
Bentuk struktur yang terinterseksi mendorong terjadinya integrasi sosial dalam masyarakat multicultural.
2. Struktur sosial yang terkonsolidasi (consolidated social structure)
Dalam
bentuk struktur yang demikian, kelompok-kelompok sosial yang ada hanya
mewadahi orang-orang yang berlatar belakang sukubangsa, agama, ras,
atau aliran yang sama.
Sehingga
terjadi tumpang tindih parameter dalam pemilahan struktur sosial. Orang
Bali akan identik dengan orang Hindu, orang Melayu identik dengan orang
Islam. Partai tertentu identik dengan orang Islam, partai yang lain
identik dengan orang Kristen, dan seterusnya.
Bentuk
struktur sosial yang semacam ini akan menghambat terjadinya integrasi
sosial dalam masyarakat multicultural, karena akan terjadi pertajaman
prasangka antar-kelompok.
Struktur
sosial terpilah dengan parameter yang tumpang tindih, pemilahan
berdasarkan sukubangsa tumpang tindih dengan pemilahan berdasrkan agama,
ras, aliran, atau kelas-kelas sosial dan ekonomi. Ikatan dalam
kelompok dalam akan sangat kuat, tetapi akan menimbulkan prasangka
terhadap kelompok luarnya.
Perilaku dalam masyarakat multikultural
Dalam
kehidupan masyarakat multikultural, sering tidak dapat dihindari
berkembangnya faham-faham atau cara hidup yang didasarkan pada
ethnosentrisme, primordialisme, aliran, sektarianisme, dan sebagainya.
- Ethnosentrisme merupakan faham atau sikap menilai kebudayaan sukubangsa/kelompok lain menggunakan ukuran yang berlaku di sukubangsa kelompok/masyarakat sendiri
- Primordialisme merupakan tindakan memperlakukan secara istimewa (memberi prioritas) orang-orang yang latarbelakag sukubangsa, agama, ras, aliran atau golongan yang sama dalam urusan publik.
- Kronisme: memprioritaskan teman. Nepotisme = memprioritaskan anggota keluarga.
- Politik aliran merupakan kehidupan perpolitikan yang didasarkan pada faktor-faktor primordial (SARA)
- Prasangka dan stereotipe ras/etnis adalah penilaian suatu ras/etnis berdasarkan pendapat orang banyak yang belum pernah dibuktikan tetapi dianggap benar
Proses integrasi dalam masyarakat multikultual
Integrasi sosial tidak hanya sebuah ungkapan normatif, melainkan juga telah lama menjadi persoalan akademik.
Secara sosiologis, terdapat dua pendekatan:
1) konsensus yang lebih menekankan pada dimensi budaya (teori struktural fungsional), dan
2) konflik yang lebih menekankan dimensi struktural (teori struktural konflik).
Menurut pendekatan konsensus integrasi dapat dicapai melalui suatu kesepakatan tentang nilai dasar (common platform); sedangkan menurut pendekatan konflik, integrasi hanya dapat dicapai melalui dominasi satu kelompok atas lainnya.
Integrasi
sosial dalam masyarakat majemuk dipengaruhi oleh beberapa ha, misalnya:
(1) struktur sosialnya, apakah interseksi atau konsolidasi, (2) faham
atau ideologi, yang berkembang dalam masyarakat apakah ethnosentrisme,
primordialisme, aliran, sektarianisme, dan lain-lain, ataukah faham
relativisme kebudayaan, (3) apakah dapat berlangsung koalisi, (4) apakah
dapat membangun konsensus tentang nilai dasar, (5) apakah berlangsung
proses-proses menuju akulturasi budaya majemuk, dan (6) adakah kelompok
dominan.
Struktur sosial yang
bersifat intersected, berkembangnya faham relativisme kebudayaan,
koalisi lintas-etnis, konsensus tentang nilai dasar, akulturasi budaya
majemuk, dan adanya kelompok dominan merupakan faktor-faktor yang
mendorong berlangsungnya integrasi sosial dalam masyarakat majemuk.
Multikulturalisme dalam masyarakat multikultural
Multikulruralisme
pada dasarnya merupakan cara pandang yang mengakui dan menerima adanya
perbedaan-perbedaan cara berfikir, cara berperasaan, dan cara bertindak
dalam masyarakat yang bersumber dari adanya latar belakang sukubangsa,
agama, ras, atau aliran yang berbeda.
Multikulturalisme
lahir karena adanya kesadaran bahwa di masa lalu hubungan di antara
warga masyarakat dalam majemuk lebih conderung didasarkan pada
primordialisme, ethnosentrisme dan aliran. Sehingga di dalam masyarakat
majemuk terdapat potensi konflik di antara kelompok-kelompok atau
golongan-golongan sosial yang ada. Hubungan yang demikian menimbulkan
masalah dalam proses integrasi sosial dalam masyarakat majemuk. Lahirlah
faham multikulturalisme yang lebih didasarkan pada pandangan tentang
relativisme kebudayaan. Bahwa pada dasarnya setiap kelompok atau
golongan sosial, baik itu sukubangsa, agama, ras, ataupun aliran
memiliki ukuran-ukuran dan nilai-nilainya sendiri tentang suatu hal,
meskipun tidak tertutup kemungkinan ditemukakannya common platform atau kesamaan di antara kelompok atau golongan-golongan yang saling berbeda itu.
Langganan:
Poskan Komentar (Atom)
Pengikut
Arsip Blog
-
▼
2010
(27)
-
▼
Mei
(17)
- Jenis-Jenis/Macam-Macam Status Sosial & Stratifika...
- sosiologi politik tentang latar belakang munculnya...
- kelompok sosial dan dinamika kelompok sosial
- Perkembangan kelompok sosial dalam masyarakat mult...
- masyarakat multikultural
- Masyarakat Multikulturalp
- Pengertian dan Macam-macam Kelompok
- Jenis-Jenis/Macam-Macam Status Sosial & Stratifika...
- Sosiologi Politik
- lembaga sosial
- lembaga sosial
- lembaga sosial
- Kelompok sosial dan dinamika kelompok sosial :
- Bentuk-Bentuk Diferensiasi Sosial
- Jenis-Jenis/Macam-Macam Status Sosial & Stratifika...
- sosialisasi dan stratifikasi sosial
- perubahan sosial dan perspektif
-
▼
Mei
(17)
untung ada anda, klw nga bisa ancur tugas IPS ane gan..
makasih buanyak.....
sangant bermanfaat...